Aku

Kebenaran itu mengajak bukan menginjak, merangkul bukan memukul, memeluk bukan menekuk, munculkan harapan bukan mupuskan harapan, tidak merasa lebih baik"

Cinta

Siapakah Engkau ya Rasulullah?

Tuhan

Tunjuklah kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat bukan jalan mereka yang sesat
 

Mendorong Entrepreneurship di Indonesia

4/12/2011

Mendorong Entrepreneurship di Indonesia

ilustrasi. foto: corbisPada Juni 2009, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mengumumkan “New Beginning and Global Engagement” yaitu inisiatif baru Pemerintah AS membangun hubungan yang lebih baik dengan negara-negara berkembang, termasuk dengan negara yang penduduknya mayoritas Islam (Moslem Majority Countries/ MMC).

Inisiatif tersebut menggunakan entrepreneurship sebagai topik untuk membangun kesalingpengertian dan kerja sama yang lebih baik. Dasar hubungan baru ini adalah mutual interest, mutual respect, dan mutual responsibility. Global Entrepreneurship Program atau GEP sengaja dirancang Pemerintah AS untuk mencapai tujuan tersebut.

Saat ini terdapat 12 negara yang menjadi fokus GEP, yaitu Aljazair, Mesir, Yordania, Indonesia, Meksiko, Pakistan, Palestina, Peru, Filipina, Rwanda, Afrika Selatan, dan Turki. Dari 12 negara ini Indonesia dan Mesir terpilih sebagai pilot countries.

Kenapa entrepreneurship? Tampaknya Pemerintah AS sadar bahwa entrepreneurship adalah salah satu kunci utama keberhasilan ekonomi negara. Sementara itu, di pihak lain banyak negara berkembang membutuhkan entrepreneurship untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan.

Jadi, isu entrepreneurship menjadi satu titik temu untuk saling bertemu dan berdiskusi. Melalui isu ini AS ingin membangun hubungan yang lebih baik dengan 12 negara tersebut.

Tindak lanjut nyata Pemerintah AS mengadakan Presidential Summit on Entrepreneurship pada 25-26 April 2010 di Washington DC. Untuk menggulirkan program ini Ambassador Elizabeth Frawley Bagley, telah ditetapkan sebagai special representative for global partnerships.

Dr Ir Ciputra yang secara konsisten mempromosikan pentingnya entrepreneurship di Indonesia, sejak empat tahun lalu mendefinisikan seorang entrepreneur mampu mengubah kotoran dan rongsokan jadi emas.

Ada tiga makna penting seorang entrepreneur masa kini atau entrepreneur abad 21. Pertama, mampu melakukan perubahan yang kreatif dan dramatis. Kedua, perubahan kreatif itu memiliki nilai tinggi di pasar seperi emas.

Ketiga, seberapa pun sumber daya yang dimiliki bila memiliki kecakapan entrepreneurship, maka akan sanggup melipatgandakannya. Jadi, entrepreneur abad 21 bukan sekadar “berdagang”, namun mereka harus mampu berinovasi. Entrepreneurship menjadi salah satu kebutuhan utama bangsa Indonesia abad 21.

Ada tiga hal penting mengapa Indonesia memerlukan entreprenurship. Pertama, pertumbuhan jumlah penganggur terdidik naik secara drastis. Pada 2004 hanya sekitar 500 ribu lulusan perguruan tinggi yang menganggur, pada 2007 naik jadi sekira 743 ribu, pada 2008 naik lagi jadi sekira 1,1 juta orang, dan pada 2010 diperkirakan sudah mencapai dua juta orang.

Saat ini Indonesia kelebihan pencari kerja dan kekurangan entrepreneur, yaitu para pencipta lapangan kerja. Kalau ini didiamkan, maka tidak akan lama lagi jumlah penganggur terdidik ini akan mencapai 4,5 juta orang atau sama besar jumlahnya dengan jumlah seluruh mahasiswa yang ada di bangku kuliah pada saat ini.

Alasan kedua, jumlah TKI Indonesia dari tahun ke tahun naik terus, dan saat ini sudah sekira enam juta warga Indonesia yang kebanyakan melakukan pekerjaan yang informal. Beragam masalah sosial mulai dari kasus kekerasan, pelecehan seksual, pemerkosaan hingga pembunuhan yang menimpa TKI sudah kerap kita dengar.

Namun, kenapa mereka tetap berangkat meninggalkan keluarga dalam jangka waktu lama dan menghadapi beragam risiko? Bukankah ini menunjukan bahwa lapangan kerja memang langka di Indonesia. Apakah kita rela jumlah TKI merangkak naik terus jumlahnya dan kemudian kita dikenal sebagai pemasok buruh kasar dunia yang terbesar?

Alasan ketiga adalah masih begitu banyak potensi alam dan budaya Indonesia yang masih “tertidur” tidak tersentuh oleh tangan para entrepreneur. Dan sebagai contoh, Indonesia merupakan salah satu produsen utama dunia untuk karet dan teh, namun merek ban mobil atau motor paling terkemuka di dunia bukan dari Indonesia.

Hal yang sama terjadi dengan teh. Padahal kalau transaksi terjadi makin dekat dengan pemakai akhir semakin besar juga keuntungan finansial yang diperoleh.

Jadi, dengan hanya menjual bahan mentah Indonesia memperoleh nilai tambah terkecil. Ini juga menunjukkan bahwa jumlah entrepreneur Indonesia terlalu sedikit dan kurang tersebar merata ke seluruh tanah air padahal masih begitu banyak contoh lain kekayaan alam dan budaya Indonesia yang sesungguhnya dapat dientrepreneur- kan menjadi kesejahteraan bagi rakyat Indonesia secara berkelanjutan.

Manfaat entrepreneur yang tersebar merata dari desa ke kota di seluruh Indonesia, maka kita tidak perlu risau lagi terhadap kesenjangan ekonomi antardaerah.

AS sebagai sebuah negara adi daya dalam hal entrepreneurship telah membuka diri untuk melakukan kerja sama dengan Indonesia. Ini adalah peluang yang tidak boleh dilewatkan begitu saja.AS telah memiliki sejarah panjang pendidikan entrepreneurship dan telah memiliki begitu banyak pengalaman.

AS telah menyelenggarakan konferensi guru entrepreneurship dari pendidikan dasar hingga menengah (entrepreneurship education forum) yang telah dirintis sejak 30 tahun lalu.

Tidak heran bila pada 1997 berdasarkan survei Gallup, tujuh dari 10 murid SMA di AS ingin memulai bisnis sendiri. Lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan entrepreneurship juga sudah menyebar merata.

Menurut majalah Fortune 29 Maret 2010 lebih dari 2/3 atau sekira 2.000 akademi dan universitas di AS telah mengajarkan entrepreneurship. Bandingkan dengan tahun 1970-an yang hanya sekira 200 perguruan tinggi saja yang menyelenggarakan pembelajaran entrepreneurship. Urgensi entrepreneurship sudah dirasakan oleh Pemerintah Indonesia.

Pada 29 Oktober 2009 Presiden SBY di depan 1.500 stakeholders Indonesia dalam acara Rembuk Nasional (National Summit) menyatakan bahwa ada tiga strategi utama yang harus dilakukan Indonesia, yaitu pemberdayaan, kewirausahaan, dan inovasi teknologi.

Sebelumnya atau pada 28 Oktober 2009 Presiden SBY telah menerima surat dari Dr Ir Ciputra dan Jakob Oetama yang menjelaskan betapa pentingnya entrepreneurship bagi masa depan Indonesia.

Sejak pernyataan itu maka entrepreneurship menjadi program 100 hari berbagai departemen pemerintah, termasuk Kementerian Pendidikan Nasional. Dengan terpilihnya Indonesia sebagai pilot country dari program GEP yang diluncurkan oleh Pemerintah AS harus dimanfaatkan untuk mendorong entrepreneurship di Tanah Air.(*)

Antonius Tanan
Presiden UCEC
(Universitas Ciputra Entrepreneurship Center),
salah seorang delegasi Indonesia
ke Presidential Summit di Washington DC.
 (Koran SI/Koran SI/ade)